Nenek dengan hati-hati menadah dan memasukan air bekas cucian beras ke dalam botol bayi. Sambil menitikkan air mata, dengan lembut Nenek berkata, “Nduk, diminum yaa susunya. Hari ini kamu belum makan apa-apa. Yang sehat ya, Nduk.”

Miris! Nenek tak mampu belikan susu untuk cucunya yang sakit polio dan digantikan dengan air bekas cucian beras. Meski warnanya sama, tapi bukan berarti gizi susu bisa digantikan dengan air beras kan? 

Namanya Serly. Sejak lahir ia divonis idap polio. Bahkan dokter bilang Serly kemungkinan tak punya kesempatan hidup yang lama. Tapi siapa sangka kasih sayang dan doa kakek-nenek jadi obat paling mujarab hingga Serly bertahan hingga kini usianya 16 tahun.

Meski begitu tubuh Serly tinggal kulit dan tulang. Kakek hanya bekerja jadi buruh ternak dengan upah 10 ribu per hari. “Uang segitu ndak cukup beli susu Serly. Makanya diganti air beras. Serly juga tak bisa makan apa-apa,” pilu Nenek Serly. 

“Dimana orang tua Serly?”

“Bapaknya dulu datang ke sini gendong Serly. Ndak bilang apa-apa dan pergi sampai sekarang ndak pernah lagi nengok anaknya. Disitu saya paham Serly ndak dianggap anaknya lagi. Kasihan padahal dia baru ditinggal ibunya berpulang,” ungkap Kakek Serly. 

Meski rambutnya sudah memutih, keriput memenuhi, tubuhnya sudah renta, Kakek Serly tak henti keliling mengunjungi tetangga. Bertanya adakah pekerjaan yang bisa ia lakukan demi menghidupi cucu yang diterlantarkan ayahnya sendiri. 

Sejak Serly diantar ayahnya dan ditinggal di rumah mereka. Kakek dan Nenek bertekad akan terus temani Serly sampai keajaiban sembuh itu datang. Mereka yang kini jadi orang tua Serly.

Meski pada akhirnya hanya dipercaya untuk urus kambing milik orang lain dengan upah tak seberapa, Kakek berkata, “Ndak apa-apa yang penting cukup beli beras.”

Kakek Serly punya keinginan untuk memiliki ternak sendiri sehingga dapat mencukupi kebutuhan hidup ia dan keluarganya dan mampu untuuk membeli susu untuk Serly