
Abah di Ujung Jalan dengan pikulannya
terkumpul dari target Rp 60.000.000
Setiap pagi, sebelum matahari benar-benar naik, Abah Kaib sudah menyiapkan pikulannya. Di satu sisi, ada ketan ulen hangat yang ia bungkus rapi dengan daun pisang, di sisi lain ada harapan yang tak pernah padam.
Dengan napas tersengal karena asma dan tubuh yang sudah renta, Abah melangkah pelan dari kontrakan yang retak dan sering banjir itu menyusuri jalan dan gang sempit, memanggul rezeki yang mungkin hanya bernilai 50 ribu rupiah namun bagi Abah, itulah sumber kehidupan.
Langkah-langkahnya pelan tapi pasti. Sesekali ia berhenti, menatap langit sambil mengatur napas. Peluh bercampur debu di wajah keriputnya, tapi senyum tetap mengembang setiap kali ada pembeli yang datang. sembari menyerahkan ketan ulen dengan tangan gemetar namun penuh keikhlasan. Setiap butir ketan itu sangat berharga bagi abah untuk makan dan bayar kontrakan.
Di balik semangatnya yang tak pernah padam, Abah menyimpan satu doa sederhana — ia ingin punya sedikit modal untuk membuka warung kecil di depan rumah kontrakannya. “Biar nggak keliling lagi, biar bisa jualan sambil jaga emak di rumah,” katanya pelan. Harapan itu sederhana, tapi begitu dalam. Mungkin bagi sebagian orang, lima puluh ribu hanyalah angka kecil. Tapi bagi Abah Kaib, itu adalah bukti bahwa di usia senjanya, ia masih berjuang — bukan hanya untuk hidup, tapi untuk bermimpi.
ketika matahari mulai turun dan langit berwarna jingga, Abah masih melangkah pulang dengan pikulan di bahu. Suaranya yang serak masih terdengar memanggil pembeli terakhir. Lima puluh ribu rupiah di tangannya terasa seperti berkah besar.
Disclaimer: dana yang terkumpul akan di gunakan oleh Abah Kaib untuk kebutuhan sehari-hari,modal usaha,dan untuk mendukung penerima manfaat lainya di bawah naungan YAYASAN LENTERA PIJAR KEBAIKAN.

Abah di Ujung Jalan dengan pikulannya
terkumpul dari target Rp 60.000.000