
Keringat Kakek Penjual Bonteng Keliling
terkumpul dari target Rp 60.000.000
Di sebuah sudut kota yang sederhana, tinggallah seorang lelaki paruh baya bernama Abah Koswara, berusia 69 tahun. Ia hidup bersama istrinya dan cucunya yang cukup banyak, semua masih harus ia biayai sekolah dan kebutuhan hidup sehari-hari. Rumah mereka terbilang sangat sederhana. Namun meski hidup penuh keterbatasan, Abah Koswara dan keluarganya selalu berusaha menjalani hari dengan rasa syukur.

Sudah 4 tahun lamanya Abah Koswara menekuni pekerjaan yang ia jalani sekarang berjualan timun titipan dari orang lain. Setiap pack berisi 3-4 buah timun, dijual dengan harga Rp3.000. Itulah harapan kecilnya setiap hari, berkeliling menjajakan sayuran segar itu dengan sepeda tua yang rangkanya mulai rapuh dimakan usia, sama seperti tulang-tulangnya yang kian menua.

Penghasilannya tak seberapa. Rp25.000 per hari adalah angka yang paling sering ia dapatkan bahkan itu pun tak selalu pasti. Hari ini bisa terjual, besok bisa tidak ada satu pun yang laku. Kadang, jika si pemasok tak punya barang untuk dititipkan, Abah hanya bisa duduk di depan rumah, menatap kosong ke jalan, merasakan waktu berjalan pelan tanpa pendapatan sepeser pun. Namun ia tetap mencoba tersenyum di depan keluarganya, seolah semuanya baik-baik saja.

Padahal, dulu Abah Koswara pernah bekerja sebagai pegawai bangunan di kota. Ia kuat, sehat, dan mampu menopang keluarganya dengan lebih layak. Tapi usia memaksanya berhenti. Kini, ia hanya berjualan kecil-kecilan demi mempertahankan kehidupan keluarga yang ia cintai.
Setiap pagi, setelah menuntaskan salat subuh, Abah Koswara mulai menyiapkan dagangan. Ia menata pack timun ke dalam keranjang sepeda. Berat? Tentu saja. Tapi ia tak pernah mengeluh. Ia kayuh sepedanya menyusuri jalanan perkotaan, berharap ada pembeli yang iba atau sekadar butuh timun untuk masakan hari itu.

Di tengah terik matahari dan derasnya hujan, Abah tetap mengayuh. Dan tubuhnya sering kali memberontak. Sakit kepala, pusing, bahkan pingsan pernah ia alami ketika sedang berjualan. Pernah suatu ketika, ia terjatuh di jalan raya dan hampir tertabrak mobil. Orang-orang segera menolongnya, membawanya ke dokter agar bisa pulih kembali. Meski begitu, setelah merasa sedikit lebih baik, Abah kembali lagi berkeliling menjual timun karena bila ia istirahat, keluarga tak bisa makan.

“Kamu jangan khawatir ya, Bah. Kita kuat karena Abah kuat,” ujar istrinya suatu malam, sambil memijit pundak suaminya yang kelelahan.
Kalimat itu menjadi kekuatan bagi Abah Koswara.

Meski hidup terasa begitu berat, Abah Koswara punya satu harapan besar dalam hatinya:
Ia ingin punya usaha sendiri.
Tanpa harus menjual barang orang lain.
Tanpa harus bergantung pada titipan yang belum tentu ada setiap hari.
Ia ingin punya penghasilan yang layak, agar anak-anaknya bisa terus sekolah, agar dapur mereka tetap mengepul, agar ia bisa merasakan tenang di masa tuanya.
Bukan kekayaan yang ia kejar, bukan pula kemewahan.
Yang ia inginkan hanyalah kesempatan.
Kesempatan untuk berdiri dengan usaha sendiri, dan menghidupi keluarganya tanpa harus merasa takut akan hari esok.
Kisah Abah Koswara adalah kisah nyata perjuangan seorang ayah.
Yang meski lelah, tetap melangkah.
Yang meski sakit, tetap bertahan.
Yang meski hidup tak ramah, ia masih percaya akan keajaiban Tuhan.
Semoga suatu hari nanti, usaha yang diimpikan Abah Koswara benar-benar terwujud.
Agar ia bisa melihat senyum anak-anaknya tumbuh seiring dengan harapan baru bagi mereka semua.
Aamiin. 🤲
Disclaimer: dana yang terkumpul akan di gunakan oleh Abah Koswara untuk kebutuhan sehari-hari,modal usaha,dan untuk mendukung penerima manfaat lainya di bawah naungan YAYASAN LENTERA PIJAR KEBAIKAN
Keringat Kakek Penjual Bonteng Keliling
terkumpul dari target Rp 60.000.000
