
Perjuangan Mak Aan Dibalik Wajah Yang Terguras
terkumpul dari target Rp 100.000.000
Di sebuah gang kecil yang sunyi di pinggiran kota, hiduplah seorang nenek bernama Mak Aan, usia 80 tahun. Rumahnya hanyalah sebuah kontrakan satu petak, ruang tidur yang menyatu dengan dapur, dengan dinding kusam yang menyimpan begitu banyak kisah pilu. Namun di situlah ia bertahan hidup, di tengah rasa sakit yang sudah menemaninya lebih dari setahun.

Mak Aan menderita penyakit yang tak pernah ia tahu namanya. Ia belum pernah ke dokter, belum pernah memeriksakan diri. Bukan karena ia tidak ingin… tetapi karena ia tak punya biaya. Penyakit itu perlahan menggerogoti hidung dan mulutnya, meninggalkan luka terbuka yang membuat ia sulit tersenyum, sulit bernapas, bahkan sulit untuk merasa seperti manusia biasa.
Kini, penyakit itu mulai menyentuh bola mata kananya, membuat penglihatannya semakin buram hari demi hari.

Karena kondisi itu, tetangganya menjauhi. Ada yang menutup pintu saat ia lewat, ada yang memalingkan wajah dengan raut jijik, ada pula yang berbisik-bisik menyebutnya membawa penyakit berbahaya.
Padahal Mak Aan tak pernah meminta sedikit pun untuk mengalami semua ini. Ia hanya ingin diakui sebagai manusia… sebagai sesama.

Setiap pagi, dengan tubuh renta dan kepala yang sering pusing bila berjalan jauh, Mak Aan membawa beberapa lap kain. Ia berjalan pelan dari rumah ke pasar, menawarkan dagangannya dengan suara serak,
“Lap, Nak… seribuan saja…”

Namun tak semua orang mau menerima. Banyak yang menghindar, ada yang menolak tanpa menatap wajahnya. Tapi Mak Aan tetap tersenyum, meski sakitnya membuat senyum itu tampak getir.
Dalam sehari, penghasilannya hanya 15 ribu hingga 20 ribu rupiah. Itu pun jika beruntung.

Saat malam tiba, ia duduk di lantai kontrakannya yang dingin sambil memijat kepala, mencoba mengusir pusing yang tak kunjung pergi. Di sudut ruangan kecil itu, Mak Aan memeluk dirinya sendiri, berbisik lirih,
“Ya Allah… kuatkan hamba… sembuhkan penyakit ini…”
Harapan Mak Aan tidak besar. Ia tidak memimpikan rumah mewah, tidak ingin harta berlimpah.
Ia hanya ingin sembuh… ingin bisa berkumpul dengan tetangga tanpa dijauhi, ingin merasakan lagi hangatnya manusia lain tanpa rasa takut dan jijik dari mereka.
Dan satu harapan kecil lain: ingin punya usaha kecil-kecilan di rumah, agar ia tak perlu lagi berjalan jauh yang selalu membuatnya pusing dan hampir tumbang.

Namun meski tubuhnya melemah, ada sesuatu pada Mak Aan yang tak pernah hilang—keteguhan untuk bertahan.
Setiap hari ia berkata pada dirinya sendiri,
“Saya harus kuat… saya harus hidup… meskipun hanya dengan lap ini.”
Dan begitu matahari kembali terbit, Mak Aan kembali melangkah pelan, membawa lap-lap kecilnya, membawa luka yang ia sembunyikan di balik ketabahan, dan membawa harapan yang tak pernah ia lepaskan—harapan untuk sembuh, untuk hidup lebih layak, untuk tidak sendirian di dunia yang kadang terlalu kejam bagi orang sepertinya.
Disclaimer: dana yang terkumpul akan di gunakan oleh Mak Aan untuk kebutuhan sehari-hari,modal usaha,dan untuk mendukung penerima manfaat lainya di bawah naungan YAYASAN LENTERA PIJAR KEBAIKAN.
Perjuangan Mak Aan Dibalik Wajah Yang Terguras
terkumpul dari target Rp 100.000.000
